3.2.09

Siapa Bilang Daya Beli Masyarakat Menurun?

Sambil menyeruput teh jahe merah yang katanya penuh dengan berbagai khasiat ; mulai dari menurunkan kolesterol, mencegah tekanan darah tinggi dan lain-lain... perhatian minumku agak terusik karena melihat tayangan di televisi, bahwa menurut para pengamat dan pembicara (orang yang suka bicara ..???) membahas masalah ekonomi, yang katanya daya beli masyarakat cenderung menurun... ah.. masa iya sih?

Aku coba mengingat-ingat aktivitas apa saja yang dilakukan masyarakat kini, terutama di era yang serba digital dan beranjak ke pola hidup dan gaya hidup masyarakat sekarang.
Seingatku, di daerah tempat pertama aku mencari nafkah di Jakarta, orang sering bilang kalau daerah tempat tinggalku itu terkenal dengan sebutan jin buang anak, saking sepi dan susah pula kalau pulang ke rumah agak malam sedikit saja..... nunggu omprengan (angkot) lama bahkan kadang sudah pada pulang, dan aku harus rela dibilang teman-teman kalau pacarku tiap malam ganti.... maklum karena ingin cepat tiba di rumah, aku naik ojek (dijamin yang kupegang cuma sadel bawahnya lo), jalannya kan renjul dan tidak ada lampu jalan, yang tampak malah kunang-kunang berkelap-kerlip. Tapi sekarang?
Jalannya masih renjul sih, dan bolong-bolong, yang beda jadi banyak poldur (polisi tidur). Cafe dan restoran sudah ada di kiri dan kanan jalan, swalayan, klinik, sekolah mulai dari Play Group s.d Universitas ada semua. Lantas kemana pasar tradisional? Apakah pasar rakyat ini masih ada?
Jawabnya masihlah, cuma yang belanja di sana kebanyakan yang mau kulakan lagi atau yang punya catering atau warung makanan atau memang yang hobi ke pasar becek.... orang yang belanja dan suka melakukan transaksi tawar menawar, so pasti suka ke pasar becek deh...
Coba kalau yang namanya hari Sabtu atau Minggu, swalayan-swalayan perang tarif dan perang diskon... (padahal harga dasarnya ya sudah dipatok, sebelum sesuatu barang didiskon, biasanya harga itu dinaikkan dulu, mana mau pengusaha rugi?).

Kembali ke persoalan tadi, menurut pengamatanku masyarakat ini sebetulnya daya belinya masih tinggi dan malah tambah nilai konsumtifnya. Masyarakat dengan penghasilan termasuk ekonomi lemah saja untuk membeli sayur atau ikan atau jajanan anak-anak, atau keperluan sehari-harinya saja mereka memilih pergi belanja ke mall atau swalayan, alasannya sambil mencari hiburan, tempatnya adem karena ada AC nya. Mereka pergi ke mall cukup dengan sepeda motor berpenumpang 4 orang (keluarga bahagia dengan 2 anak). Berapa uang yang telah dikeluarkan mereka setiap minggunya untuk rekreasi seperti itu? Dilihat dari segi penghasilan sepertinya mereka tidak cukup pantas bergaya hidup seperti itu, tapi di Jakarta bahkan di kota-kota lainnya pun berapa keluarga yang telah melakukan hal yang sama dengan keluarga tadi?
Begitu juga perubahan gaya hidup yang disesuaikan dengan gaya hidup di metropolitan. Di desa-desa; mereka kemana-mana selalu bawa telepon seluler, bagi mereka hidup seperti itu adalah suatu tuntutan, mereka ingin diperlakukan dan memperlakukan dirinya sama dengan orang-orang kota. Mereka juga tahu bergadgetria, seperti mp3 atau ipod bukan barang baru lagi. Di komplek tempat tinggalku hampir semua pembantu setia, supir, satpam, pengangkut sampah, penagih iuran, semua punya HP.... bahkan ada yang jadi langganan tetap di warnet untuk main game online.... memang hebat rakyat kita ini (???)
Jadi siapa bilang daya beli masyarakat kita turun? Menurutku bukan turun, hanya mengalihkan lokasi belanjanya dan barang yang dibeli cenderung ke barang-barang gadget, dan menurutku lagi gaya hidup ini sebenarnya nanti akan menuai masalah yang lebih parah dari sekedar jatuhnya saham Lehman Brother..... semoga saja pemerintah lebih waspada pada pergerakan IT yang akan berdampak pada manusia yang konsumtif tidak produktif.